Selasa, 10 Mei 2011

Kisah awan yang menyirami kebun laki-laki

Sesungguhnya alam semesta ini miliki Allah. Allah adalah Tuhannya, Penciptanya, dan Pengaturnya. Jika seorang hamba berjalan lurus di atas perintah-Nya, maka Allah akan memerintahkan alam agar menjaganya dan melakukan sesuatu yang mengandung kebaikan dan kemaslahatannya. Hadis ini menjelaskan berita tentang seorang petani shaleh di mana Allah memerintahkan awan untuk menyiram kebunnya, karena petani ini lurus berjalan di atas perintah-Nya. Hal ini tidak khusus untuk petani tersebut. Siapa pun yang seperti dirinya, niscaya Allah akan memberkahi apa yang diterimanya.
Muslim meriwayatkan dalam Shahih-nya dari Abu Hurairah dari Nabi Shallallahu Alahi Wa Sallam berkata, "Ketika seorang laki-laki berada di tempat yang sunyi, dia mendengar suara awan, 'Siramilah kebun fulan.' Lalu awan itu menjauh dan menumpahkan airnya di tanah dengan bebatuan hitam. Ternyata ada saluran air yang telah dipenuhi oleh seluruh air itu. Laki-laki itu menelusuri jalannya air. Ternyata ada seorang laki-laki yang berdiri di kebunnya, dia mengalirkan air dengan cangkulnya. Dia bertanya, 'Wahai hamba Allah, siapa namamu?' Dia menjawab, 'Fulan.' Nama yang didengarnya dari suara awan.
Dia berkata, 'Wahai hamba Allah mengapa kamu bertanya tentang namaku?' Dia menjawab, 'Sesungguhnya aku mendengar suara di awan di mana airnya adalah ini. Suara itu berkata, 'Siramilah kebun Fulan.' Yaitu, namamu. Apa yang kamu lakukan padanya?'
Dia menjawab, 'Karena kamu mengatakan itu, maka aku melihat hasil kebunku. Sepertiganya aku sedekahkan, sepertiganya lagi aku makan bersama keluargaku, dan sepertiga siasanya aku kembalikan kepadanya.'
Ahmad bin Abdata Ad-Dhabiy menyampaikan nya kepada kami, Abu Dawud memberitakan kepada kami, Abdul Aziz bin Abu salamah menyampaikan kepada kami, Wahab bin Kaisan menyampaikan kepada kami dengan sanad ini. Hanya saja dia berkata, 'Aku memberikan sepertiganya kepada orang-orang miskin, para pengemis, dan ibnu Sabil.'"
Takhrih Hadis
Hadis ini diriwayatkan oleh Muslim dalam Shahihnya dalam Kitabuz Zuhd war Raqaq, bab sedekah kepada orang-orang miskin, 4/2288, no.2984.
Pejelasan Hadis
Rasulullah Shallallahu Alahi wa Sallam menyampaikan kepada kita tentang seorang laki-laki yang mendengar sesuatu yang ghaib. Dia berjalan dia tempat yang sunyi, lalu sebuah awan lewat diatas kepalanya, maka dia mendengar suara di awan itu, sebuah perintah agar menyirami kebun fulan.
Kita mengetahui bahwa Allah menugaskan para malaikat untuk mengarahkan awan. Ia diperintahkan untuk menurunkannya di tempat-tempat tertentu. Suara yang didengarkan oleh laki-laki itu adalah suara malaikat, tanpa ragu. Dan Sunnatullah menunjukkan bahwa kita tidak mnedengar ucapan para malaikat kecuali karena ada sebuah hikmah. Dan Hikmahnya adalah bahwa Allah hendak mengenalkan kepada kita akan kebaikan dan keberkahan sebagai hasil dari kelurusan pemilik kebun kepada kebunnya.
Suara itu menggelitik laki-laki yang menyimaknya. Dia ingin mengetahui laki-laki yang yang namanya disebut dalam suara itu. Dia melihat arah tempat awan itu menumpahkan airnya. Ternyata awan itu menurunkan hujannya di sebuah tanah dengan batu-batu hitam. Laki-laki itu melihat hujan yang turun ke bumi. Dia melihat hujan itu telah membentuk selokan dan aliran air yang menuju ke arah tertentu. Laki-laki tersebut menelusuri alur air itu. Dia berjalan mengikuti air itu. Dia melihatnya sampai di sebuah kebun. Laki-laki itu melihat seorang laki-laki lain yang sedang berdiri di sebuah kebun dan sedang mengalihkan air dengan cangkulnya agar menuju ke segala penjuru kebunnya. Laki-laki itu berhenti di depan pemilik kebun untuk menanyakan namanya, dan ternyata namanya sama dengan nama yang terdengar dari suara itu.
Pemilik kebun merasa aneh dengan pertanyaan laki-laki tersebut, maka diberitahukanlah tentang beritanya dan nama yang dia dengar di awan. Dan bahwa sebuah perintah telah dikeluarkan kepada para petugas yang menangani awan itu agar menyiram kebunnya. Di sini laki-laki itu bertanya kepadanya tentang sebab yang membuatnya berhak untuk memeproleh hujan dari awan yang diperintahkan. Karena, tentu saja, pemilik kebun ini telah melakukan sesuatu yang membuat Tuhannya meridhainya. Pemilik kebun menjelaskan bahwa hasil dari kebunnya dia bagi menjadi tiga bagian. Bagian yang disedekahkan kepada fakir miskin dan orang yang memerlukan, bagian untuk keperluan dirinya dan keluarganya, serta bagian ketiga dikembalikan kepada kebun.
Kita mengetahui bahwa sedekah menjaga harta, menumbuhkannya dan memberkahinya. Nafkah seseorang kepada keluarganya adalah kewajiban dari Allah dan memelihara kebun dengan pengolahan, pemupukan dan penyiraman adalah keharusan, dengan ini kamu mengetahui bahwa pemilik kebun ini adalah seorang petani muslim yang mengetahui hak Tuhannya atasnya, mengetahui hak diri dan keluarganya ditambah dia ahli dalam memelihara dan mengolah tanah.
Pelajaran-Pelajaran dan Faedah-Faedah Hadis
1. Allah menjaga dan memelihara hamba-hamba-Nya yang shalih dan berjalan di atas perintah-Nya. Allah telah memerintahkan awan itu agar memberi air kepada kebun laki-laki shalih itu, yang bersedekah dengan sepertiga hasil kebunnya.
2. Allah menyukai seorang hamba yang berimbang dalam segala urusan dan tindakannya, yang memberikan hak kepada yang berhak. Laki-laki pemilik kebun ini membagi hasil kebunnya menjadi tiga bagian secara adil, tidak ada bagian yang mengalahkan yang lain.
3. Mahalnya harga amal shalih. Allah telah mengekalkan laki-laki ini dengan amal dan sedekahnya. Orang shalih bukanlah orang yang hanya sibuk beribadah meninggalkan pekerjaannya, yang alergi menikah, atau yang menelantarkan keluarga, sebagaimana diduga oleh orang-orang bodoh.
4. Jika Allah meridhai seorang hamba, niscara Dia menundukkan langit dan bumi untukknya. Allah telah memerintahkan awan agar menyiram kebun laki-laki shalih itu.
Sumber: diadaptasi dari DR. Umar Sulaiman Abdullah Al-Asyqar, Shahih Qashashin Nabawi, atau Ensklopedia Kisah Shahih Sepanjang Masa, terj. Izzudin Karimi, Lc. (Pustaka Yassir, 2008), hlm. 250 - 253.

Kisah dipirintahnya membakar mayatnya


Ini adalah kisah seorang laki-laki yang tenggelam di dalam dosa-dosa sepanjang hidupnya. Dia baru tersadar ketika malaikat maut mengetuk pintunya dan mengajaknya untuk mengahadap Tuhannya. Dia sangat ketakutan terhadap siksa Allah. Dia sadar bahwa dia tidak akan selamat dari Tuhannya, pada saat dia berdiri di hadapan-Nya. Dosa-dosanya menumpuk dan kebaikan-kebaikannya nihil. Dia ingin berlari dari adzab-Nya. Satu-satunya jalan, menurutnya, adalah dengan membakar jasadnya setelah mati lalu abunya ditebar di laut dan di darat. Sebuah ide aneh yang mengisyaratkan dua perkara yang kontradiktif. Ketakutannya yang besar terhadap adzab Allah, ini termasuk dosa besar. Allah memaklumi kebodohannya dan mengampuninya karena besarnya rasa takut yang dimilikinya.
Teks Hadis
Muslim meriwayatkan dalam Shahih-nya dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda, "Seorang laki-laki yang belum pernah berbuat kebaikan apapun berpesan kepada keluarganya. Jika dia mati, maka hendaknya mereka membakarnya lalu separuh abunya ditebar di daratan dan separuh lagi di lautan. Demi Allah, jika Allah mampu mengembalikannya, niscaya dia akan menyiksanya dengan siksaan yang tidak pernah ditimpakan kepada siapapun di dunia. Ketika laki-laki itu mati, mereka melakukan apa yang dipesankannya. Lalu Allah memerintahkan daratan agar mengumpulkannya dan memerintahkan lautan agar mengumpulkannya pula. Kemudian Allah bertanya, 'Mengapa kamu melakukan itu?' Dia menjawab, 'Karena takut kepada-Mu ya Rabbi, dan Engkau lebih mengetahuinya.' Maka Allah mengampuninya."
Takhrij Hadis
Riwayat ini dalam Shahih Musim, 4/2111. Diriwayatkan oleh Muslim dari Abu Hurairah dan Abu Said Al-Khudri (no. 2746, 2757). Ada di Syarah Shahih Muslim Nawawi, 17/226.
Diriwayatkan oleh Bukhari di beberapa tempat dalam Shahih-nya. Bukhari meriwayatkan dari Hudzaifah dalam Kitab Ahadisil Anbiya', bab keterangan tentang Bani Israil, 6/494, no. 3452 (6/514 no. 3479). Di dalam Kitabur raqaq, bab takut kepada Allah ( 11/312 no. 6480).
Bukhari meriwayatkannya dari Abu Said Al-Khudri dalam Kitabul Anbiya', 6/514 no. 3478; dalam kitabur Raqaq, bab takut kepada Allah, 11312, no. 6841, dalam Kitabut Tauhid, bab firman Allah, "Mereka hendak mengubah janji Allah." (Al-Fath: 15), 13/466 no. 7508. Dia meriwayatkannya di bab ini dari Abu Hurairah, 13/466, no. 7506.
Riwayat-Riwayat Hadis dalam Shahihain
Dalam sebagian riwayat hadis terdapat keterangan bahwa laki-laki ini memiliki harta dan anak-anak. Dalam Shahih Bukhari, "Bahwa seorang laki-laki sebelum kalian dilimpahi harta dan anak-anaknya." (Shahih Bukhari, 6/514. Shahih Muslim, 4/2112). Dalam riwayat lain, "Allah memberinya harta dan anak-anak." (Shahih Bukhari, 13/466). Dalam riwayat lain dengan lafadz Ataahu sebagai ganti dari A'thaahu. Dalam riwayat Muslim, "Allah memberinya harta dan anak." (Shahih Bukhari, 11/312; Shahih Muslim 4/2111). Dengan lafadz Raasyahu (memberi).
Dalam sebagian riwayat dijelaskan bahwa dia mengucapkan ucapan itu ketika ajal mendatanginya. (Shahih Bukhari, 13/466). Dalam riwayat lain, "Sesungguhnya seorang laki-laki ketika ajal mendatanginya manakala dia berputus asa dari hidup." (Shahih Bukhari, 6/514).
Dalam sebagian riwayat dijelaskan, "Bahwa laki-laki ini berlebih-lebihan pada dirinya sendiri." (Shahih Muslim, 4/110). Atau dia berlebih-lebihan kepada dirinya." (Shahih Muslim, 4/514). Yakni dia berlebih-lebihan dalam dosa dan kemaksiatan. Dalam se bagian riwayat, "Bahwa dia belum melakukan kebaikan apapun." (Shahih Muslim, 6/2109). Atau, "Dia tidak menjalankan kebaikan apapun." (Shahih Bukhari, 13/466).
Dalam sebuah riwayat dijelaskan bahwa laki-laki ini bertanya kepada anaknya, "Menurut kalian, aku ini bapak yang bagaimana?" Mereka menjawab, "Sebaik-baik bapak."
Nabi bersabda, "Fa in lam yabtair 'indallaahi khairan qattun." (Shahih Bukhari, 13/466, Shahih Muslim, 4/2112).
Qatadah menafsirkannya, "Yakni, belum menyimpan kebaikan apapun di sisi Allah." Dalam riwayat, "Maa Imtaara" (ta' diganti dengan mim). (Shahih Muslim, 4/2112). Dalam riwayat, Lam Yabtahir khairan qattun (hamzah diganti dengan haa'). (Shahih Muslim, 4/2112).
Dan tentang perintah orang itu dalam riwayat yang aku sebutkan agar anak-anaknya membakarnya, kemudian menebarkan setengah abunya di daratan dan setengah lagi di lautan. Dalam sebuah riwayat, "Dia memerintahkan anak-anaknya untuk membakarnya, kemudian menebar debunya." (Shahih Bukhari, 4/2110; Muslim, 4/2110). Dalam riwayat Muslim, "Bahwa dia memerintahkan mereka agar menaburkan abunya bersama dengan angin di laut." (Shahih Muslim, 4/2110). Dalam Shahih Bukhari, "Dia memerintahkan agar menaburkannya di laut pada waktu angin bertiup kencang." (Shahih Bukhari, 6/514). Dalam riwayat Bukhari, "Pada hari dengan angin kencang." (Shahih Bukhari, 11/312). Dalam sebuah riwayat bahwa dia mengancam anak-anaknya jika mereka tidak melaksanakan pesannya, ia akan memberikan harta warisan kepada orang lain, "Kalian harus melakuan perintahku, atau harta warisanku aku berikan kepda orang lain." (Shahih Muslim, 4/2111).
Dalam riwayat lain dijelaskan bahwa dia menjelaskan apa yang harus mereka lakukan kepada dirinya, "Jika aku mati, maka kumpulkanlah kayu bakar yang banyak lalu nyalakan api. Jika api itu telah memakan dagingku dan sampai di tulangku, maka ambillah lalu tumbuklah. Kemudian tebarkanlah di laut pada hari yang panas atau pada hari dengan angin yang kencang." (Shahih Bukhari, 6/514).
Dalam riwayat, "Jika aku mati, maka bakarlah aku. Jika aku telah menjadi arang, maka gilinglah